Kamis, 29 Maret 2012

RELASI PENDIDIKAN TERHADAP ORIENTASI PENDIDIKAN

Republik Indonesia sebagai sebuah bangsa sesungguhnya sudah dirintis sejak awal abad ke-20. Kebangkitan nasional menjadi salah satu titik penting sebagai langkah awal mencapai kemerdekaan. Berikutnya, sumpah pemuda adalah momen penting yang menyatukan beragam perbedaan.
Saat ini, sudah lebih 66 tahun bangsa ini menikmati kemerdekaan. Dan apa arti kemerdekaan bagi kita? Dalam UUD 1945, kemerdekaan memiliki janji untuk (1) melindungi segenap bangsa Indonesia (2) memajukan kesejahtraan umum (3) mencerdaskan kehidupan bangsa (4) ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Tidak peduli siapa mereka, apakah orang kaya atau orang miskin. Tak peduli dimana pun, di ujung barat pantai aceh, di pelosok hutan Kalimantan, atau daerah pesisir di Papua. “Mencerdaskan kehidupan bangsa” adalah sebuah janji yang harus dilunasi untuk setiap anak bangsa Indonesia.
Pendidikan dapat dipandang sebagai proses penting untuk memenuhi janji kemerdekaan. Pendidikan yang berkualitas akan mencetak generasi masa depan yang juga berkualitas. Kualitas pendidikan suatu negara dapat diukur dari kebijakan pemerintah sebagai penyelenggara pendidikan yang kemudian kita kenal dengan istilah Politik Pendidikan
Politik berasal dari bahasa yunani , politicos yang berarti sesuatu yang berhubungan dengan warga Negara atau dengan warga kota, menurut kamus besar bahasa Indonesia, politik mempunyai pengertian : (1). Pengetahuan tentang ketatanegaraan atau kenegaraan, yaitu mengenai sistem pemerintahan, dasar-dasar pemerintahan (2) segala urusan dan tindakan, kebijaksanaan, ssiasat dan sebagainya, tentang pemerintahan ataupun terhadap Negara lain. (3) kebijakan atau cara bertindak menghadapi suatu masalah tertentu. Dalam UU SISDIKNAS pasal 1 No. 20 Tahun 2003, disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara. Menurut paulo freire politik pendidikan adalah hubungan penguasa dan warga negara dalam menciptakan tatanan pendidikan dalam memanusiakan manusia. Politik pendidikan nasional dimaksudkan sebagai pendekatan, metode yang didasarkan pada kebudayaan bangsa guna mempengaruhi pihak-pihak tertentu dalam rangka pencapaian tujuan nasional. Menurut supriyoko ada lima defenisi politik pendidikan, (1) politik pendidikan adalah metode mempengaruhi pihak lain untuk mencapai tujuan pendidikan. (2) politik pendidikan lebih berorientasi pada bagaimana tujuan pendidikan dapat dicapai. (3) politik pendidikan berbicara mengenai metode untuk mencapai tujuan pendidikan seperti anggaran pendidikan, kebijakan pemerintah, partisipasi masyarakat, dan sebagainya. (4) politik pendidikan berbicara sejauh mana pencapaian pendidikan sebagai pembentuk manusia Indonesia yang berkualitas, penyangga ekonomi nasional, pembentuk bangsa yang berkarakter dan sebagainya. Dengan demikian politik pendidikan dimaknai sebagai endapan politik Negara, penjabaran dari tradisi bangsa dan nilai-nilai, serta sistem konsepsi rakyat mengenai bentuk Negara dalam sistem pendidikan. Sementara secara umum tatanan politik suatu bangsa dan sistem pendidikan terjadi mutually reinforcing. Bagi pemerintah selaku pemegang kebijakan pendidikan, maka dengan adanya konsep politik pendidikan yang terarah, meniscayakan adanya kebijakan-kebijakan pendidikan yang mencerahkan yang memeradabkan, tidak memihak kepada golongan tertentu sehingga tidak diinternalisasi dalam setiap ruh kebijakan pendidikan yang lahir.
Pengaruh politik pendidikan sebagai pembangun bangsa adalah pendidikan yang diharapkan mampu melahirkan masyarakat yang memiliki konsistensi dalam perjuangan untuk memikirkan persoalan-persoalan bangsa. Masyarakat akan memiliki ketegasan dalam mengupayakan dalam terbangunnya bangunan kebangsaan yang lebih solid dan kuat kerena politik pendidikan yang berkarakter kebangsaan. Hingga pembangunan pendidikan mencakup berbagai dimensi yang luas dan diselenggarakan sebagai suatau kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multi makna. Oleh karenanya dalam konteks pembangunan nasional secara makro, orientasi pendidikan dilihat dari human investment:
1. Perspektif sosial, pendidikan akan melahirkan insan-insan terpelajar yang mempunyai peranan penting dalam proses transformasi sosial dalam masyarakat. Pendidikan menjadi determinan dalam mendorong percepatan mobilitas vertikal dan horosontal masyarakat, yang berperan dalam pembentukan konstruksi sosial baru
2. Perspektif budaya, pendidikan juga merupakan wahana penting dan medium yang efektif dalam mengajarkan norma, mengsosialisasikan nilai dalam lingkungan masyarakat dan menjadi instrument memupuk kepribadian bangsa memperkuat identitas bangsa dan memantapkan jati diri bangsa.
3. Perspektif ekonomi, mempersiapkan sumber daya manusia yang akan menghasilkan manusia-manusia yang handal untuk menggerakkan laju perkembangan ekonomi nasioanal.
4. Perspektif polotik, merupakan bagian strategis dari sebuah proses regenerasi kekuasaan. Pendidikan merupakan ajang pencerahan dan penguatan calon-calon pemimpin masa depan bangsa. Sarana penyadaran dan pembangunan politik dengan memandang pendidikan adalah sesuatu yang netral, maka berbagai kepentingan, terutama kepentingan politik yang tidak direstui karena sering membuatnya tidak berdaya.
Salah satu komponen pendidikan yang menyita banyak perhatian dari pelaksanaan sistem politik pendidikan nasional adalah soal kurikulum. Bahkan, tidak sedikit yang menganggap kurikulum sebagai inti dari kegiatan pembelajaran di sekolah. Namun di sisi lain ada beberapa faktor lain yang juga mendukung keberhasilan peleksanaan pendidikan di Indonesia, guru yang berkualitas, kondisi sarana dan prasarana, manajemen sekolah, serta sistem pendidikan nasional. Perkembangan sistem pendidikan nasional yang sekarang ini menjadi sebuah opini di masyarakat khususnya para praktisi pendidikan adalah seputar program pendidikan nasional. Perubahan kurikulum sejak 1968, 1975, 1984, 1994, 2002 dan pada tahun 2006, yaitu kurikulum tingkat satuan pendidikan, tetap saja pola pendidikan yang berlaku berubah-ubah setiap pergantian menteri (5 tahun sekali) dan di lakukan dengan transisi yang hampir tidak berarti. Ramainya perdebatan seputar kurikulum KTSP, belumlah nyata pengaruhnya terhadap perbaikan kualitas pendidikan. Penetapan KTSP hanyalah jawaban atas rendahnya kualitas lulusan sekolah. Secara implisit KTSP akan mereduksi materi/subtansi tertentu yang tidak signifikan untuk perkembangan masa depan bangsa. Pola pengembangan pelaksanaan kurikulum yang multi makna sehingga kurang membawa emansipatoris siswa dalam melakukan analisis kritis terhadap fakta yang terselubung di ruang sosial. Terakhir sebagai renungan kita bersama, 500 tahun sebelum Masehi Socrates mendirikan sebuah lembaga yang kemudian oleh masyarakat modern menamakannya sekolah, konon dengan sekolah manusia dapat merubah hidupnya, merubah peradaban dan dapat memajukan suatu bangsa. Akankah impian Socrates terwujud dalam konteks kekinian bangsa ini?

Oleh : Rusman cahaya